Terdakwa kasus kepemilikan 1 Ons sabu dan 7300 butir ekstasi, memberi keterangan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kelas 1A, Tanjungkarang, Rabu (28/2). Terdakwa atas nama Ponidi (39).
Dalam keteranganya Ponidi mengaku kurang lebih lima bulan dia bekerja sebagai kurir dan sudah mendapat keuntungan sekitar Rp20 juta dari jerih payah mengatar barang haram tersebut.
Uang hasil menjadi kurir menurut terdakwa ia gunakan untuk membeli sepeda motor. Sebetulnya kata Ponidi bandar ekstasi menjanjikan uang Rp60 Juta jika barang sebanyak 7300 butir secara keseluruhan laku terjual.
"Saya dijanjikan mendapat uang sekitar Rp60 Juta kalau kejual semua, tapi baru terima sekitar Rp20 Juta, Uang itu pun ditransfer melalui rekening. Saya gunakan uang itu untuk beli motor dan biayai hidup orang tua, " kata Ponidi.
Ponidi menceritakan bahwa dia mengenal Apran (DPO) pemilik barang ketika di Palembang. Arpan membantunya dengan meminjamkan sejumlah uang, oleh sebab itu dia merasa berhutang budi dan bersedia membantu rekannya tersebut.
" Pas di Palembang pernah dipinjemin uang sama Arpan. Jadi merasa pernah dibantu akhirnya saya mau bantu dia dan dijanjikan mendapat uang dari pekerjaan itu, " ujar Ponidi dengan mata berkaca.
Berdasarkan cerita Ponidi bahwa barang tersebut dikirim dari Aceh dan dititipkan keseseorang, Selanjutnya melalui via telepon menyepakati tempat bertemu dan mengambil barang tersebut. Terdakwa juga mengatakan jika dia pernah memberikan uang sekitar Rp100 Juta kepada istri Arpan dari hasil menjual Ekstasi.
"Saya sudah 10 kali berhasil transaksi narkoba, pernah dapat uang Rp90 Juta tapi sudah habis. Ini dijanjikan Rp60 Juta tapi baru dapat Rp20 Juta total semua sekitar Rp130 Juta," katanya.
" Kalau barang ini memang dikirim dari Aceh semua, untuk sampai kesaya ada orang yang mengantar, janjian aja disuatu tempat, tapi saya gak tau siapa orang itu karna cuma berhubungan via telepon, " kata Ponidi.
Hakim Ketua Sahry Adamy menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa mengetahui barang apa yang dibawa serta ancaman hukuman yang dijatuhkan apabila terbukti bersalah. Terdakwa tidak mengetahui barang tersebut apa dan akan dihukum berapa jika terbukti bersalah.
"Kamu tau inex itu apa dan itu dampaknya apa? 7300 butir itu banyak, kalau semua orang di PN ini minum itu bisa rusak semua itu otak dan saraf yang lainnya. Jadi kamu tahu apa gak itu yang jamu bawa?, " kata majelis.
Terdakwa dengan singkat menjawab "Tidak tahu pak". Hakim Sahry menyarankan terdakwa bertanya kepada Jaksa Penuntut, lantas jaksa Alfriady Effendi dengan tegas menerangkan jika ancaman hukuman untuk perkara seperti yang dilakukan terdakwa tersebut yaitu hukuman mati.
"Saudara Ponidi, jadi anda taukan apa yang anda bawa dan apa dampaknya. Jadi gak usah berpura-pura dan bohong anda kalau tidak tau. Jadi jika memang menerima lebih uangnya katakan saja," kata Effendi.
Pengungkapan kasus narkoba dilakukan dengan teknik penyamaran. Petugas berpura-pura memesan narkoba kepada tersangka senilai Rp20 Juta, lalu tersangka menyetujui dan menjanjikan bertemu di dekat bengkel bubut di daerah perumahan Bukit Kemiling Permai (BKP), Senin 31 Juli 2017 lalu.
Petugas mendatangi lokasi yang dijanjikan dengan tersangka. Karena sudah mengantongi identitas dan ciri-cirinya, begitu melihat tersangka petugas langsung menangkapnya.
“Saat akan ditangkap, Ponidi sempat membuang bungkusan dari tangannya di pinggir jalan. Petugas menemukan bungkusan berisi sabu-sabu seberat 1 Ons, yang dibuang tersangka,”ujarnya.
Tersangka Ponidi ini merupakan residivis, dan tersangka keluar dari penjara sekitar enam bulan lalu karena terlibat kasus pencurian.
Petugas melakukan pengembangan di rumah kontrakan tersangka di Kelurahan Rajabasa Pramuka, Bandar Lampung.
Dari penggeledahan itu, petugas menemukan narkoba sebanyak 7300 butir pil ekstasi jenis Hello Kitty yang dibungkus dengan enam bungkus besar dan 12 bungkus sedang dan satu ons sabu-sabu, "Ribuan butir pil ekstasi dan satu ons sabu-sabu itu, disimpan tersangka Ponidi di dalam lemari pakaian," kata jaksa.Febi Wartawan Lampost.co
Comments
Post a Comment